Juta Ajrullah

Berbagi Demi Kebahagiaan Hakiki

Makna Reformasi Administrasi

Posted by jutaajrullah on 21 May 2010

Sebagaimana halnya dalam ilmu-ilmu sosial, konsep reformasi administrasi diartikan berbeda antara pakar yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada konsepsi yang dapat diterima secara umum. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Gerald E. Caiden (1969) yang menyatakan bahwa studi tentang reformasi administrasi terhambat oleh tidak adanya definisi yang bisa diterima secara universal. Perbedaan pemakaian istilah ini telah menyebabkan adanya kesulitan, tidak hanya dalam menentukan parameter dalam penelitian namun juga dalam pengembangan teori.

Namun demikian, definisi reformasi administrasi yang dikemukakan oleh Caiden seringkali digunakan sebagai konsep dasar dalam memaknai reformasi administrasi. Caiden (1969) mendefinisikan reformasi administrasi sebagai: the artificial inducement of administrative transformation against resistance. Berdasarkan definisi ini, reformasi administrasi mempunyai tiga unsur yang melekat, yaitu (1) reformasi administrasi merupakan usaha yang dibuat oleh manusia, tidak bersifat otomatis ataupun alamiah, (2) reformasi administrasi merupakan suatu proses, (3) adanya resistensi yang beriringan dengan proses reformasi administrasi. Dalam hal ini, reformasi administrasi muncul sebagai implikasi tidak berfungsinya perubahan administrasi yang terjadi secara alamiah.

Sebagai sebuah kegiatan yang berawal dari penciptaan manusia, reformasi administrasi tidak bisa dipisahkan dari sebuah inovasi. Selama perubahan administrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka diperlukan inovasi untuk menyelamatkan kegiatan administrasi. Dalam perkembangan awal, inovasi merupakan bagian dari sebuah reformasi administrasi, namun seiring perkembangan teori dan pengalaman praktis, inovasi merupakan reformasi itu sendiri. Caiden (1969) menguraikan inovasi sebagai bagian dari reformasi administrasi (administrative reform). Hanya saja, konsep inovasi kemudian masih belum cukup populer dalam ranah administrasi publik dan reformasi administrasi. Inovasi populer dalam bidang tersebut baru pada beberapa dekade terakhir.

Kurang populernya konsep inovasi pada era administrasi publik tradisional dapat dipahami karena karakter reformasi yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip birokrasi Weber. Dalam konsepsi weber, birokrasi memerlukan aturan yang jelas, hirarki, spesialisasi dan lingkungan yang relatif stabil. Dalam konteks ini, inovasi dipandang tidak banyak diperlukan bagi aparatur birokrasi pemerintah. Kewajiban administrator pemerintah adalah menjalankan aturan yang telah ditetapkan (rule driven). Jika kemudian inovasi dilaksankan, hanya dalam intensitas yang kecil dan dilakukan terbatas pada level pimpinan puncak. Inovasi, dalam hal ini sebagaimana reformasi administrasi dilakukan melalui mekanisme top down (Caiden, 1969).

Bergulirnya new public management (NPM) mulai menggeser hegemoni konsepsi Weber dalam reformasi administrasi. Reformasi mengalami pembelokan arah menuju birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan, digerakan oleh misi, dan desentralisasi (Osborne, 1992). Pada era ini, inovasi justru sangat dihargai oleh pendukung gerakan reformasi. Perkembangan terakhir menunjukan kemajuan pada penggunaan istilah inovasi dalam bidang administrasi publik. Pada negara seperti Korea, konsep inovasi bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi (Asropi, 2008). Pengalaman Korea menunjukan bahwa penerapan inovasi pada negara tersebut telah meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal (Yoo, 2002). Keberhasilan sebagaimana Korea ini juga terjadi pada penerapan inovasi di Kanada (Robertson and Ball, 2002). Sementara di China, inovasi telah dianggap sebagai bagian dari tradisi China (Shenkar, 2006). Inovasi atas birokrasi sangat mendukung bagi berkembangnya ekonomi dan teknologi China dewasa ini. Semua ini menunjukan nilai penting inovasi bagi perubahan yang dinginkan dalam sebuah reformasi administrasi.

5 Responses to “Makna Reformasi Administrasi”

  1. Setuju benar nih. Inovasi kebijakan publik memang masih sangat minim. Padahal inovasi kebijakan publik merupakan keharusan bila Pemda memang ingin maju dan berkembang.

    Kalau membebek total pada aturan pemerintah pusat, kita di daerah malah bingung. Mau tidak mau suka tidak suka inovasi kebijakan adalah keharusan.

    Contoh kasus adalah pada penerapan: Indikator Kinerja Utama. Tanpa interpretasi yang yang lebih luas, arahan penerapan IKU hanya akan menjadi kewajiban administratif. Tetapi bila dilihat dari perspektif lain, arahan itu merupakan pintu masuk untuk mengintegralkan proses pengelolaan pembangunan di daerah.

    Inovasi kebijakan, walau pun hanya sedikit, sangat perlu dan penting.

  2. jutaajrullah said

    Inovasi di Birokrasi memang sangat perlu dan penting. Memulainya harus dibarengi dengan political will dari para top leader. Karena inovasi ini berkaitan dengan kebijakan. Hal yang menjadi pekerjaan utama para Top Leader.. Sekali lagi, semuanya bergantung pada Leader2 kita…

  3. Setujah pak.

    Where there is a (political) will, pastilah there is a way.

    Pasti bisa kalau kita MAU

  4. Sangat sepakat sekali, untuk mewujudkan good governance dalam sebuah lembaga/ institusi, jelas-jelas dibutuhkan yang namanya sebuah reformasi. Tapi saya kurang sepakat ketika hanya diletakkan pada proses administrasinya saja. Karena hari ini yang perlu di reformasi dari petama adalah SDM nya dulu. Terima kasih.

  5. jutaajrullah said

    SAya Setuju klo Kualitas SDM perlu direformasi juga.. tapi senbaiknya juga harus berjalan beriringan dengan reformasi administrasi yang ada agar lebih efektif dan efisien.

Leave a comment